I. Korupsi di Indonesia
Kita kerap kali mendengar adanya pemberian bingkisan dalam bentuk karangan  bunga, amplop uang, barang elektronik, motor, bahkan sampai sebuah  mobil (mewah!!!) sehubungan dengan jabatan tertentu seseorang . Bahkan di kantor-kantor (pemerintahan) kita kerap kali melihat bahkan mengalami sendiri adanya peredaran uang berupa pemberian  uang (tips) untuk memperlancar kegiatan transaksi misalnya dalam  pembuatan surat tanah, Ijin lokasi usaha, pembuatan SIM, STNK, pembuatan  kartu penduduk, dan lain lain. Siapa yang tidak pernah melihat adanya  pungli (pungutan liar) dijalan-jalan protokol atau dengan istilah damai  ditempat, lempar korek api kosong, sampai legalisasi tempat/kegiatan  yang sebenarnya illegal setelah melalui proses yang namanya UUD (ujung  ujungnya duit) sehingga menjadi legal? Kedua hal tersebut sama saja,  hanya bedanya tidak langsung dan langsung diterima nilai uangnnya. Maka  tidak heran apabila hal-hal seperti ini mewabah sampai ke korupsi atau  pungutan kecil-kecilan seperti penyunatan dana subsidi tunai bbm,  penyunatan bantuan untuk raskin (rakyat miskin), bahkan mel-mel (pungutan-pungutan) di tempat-tempat umum.
 Kita pernah mendengar adanya kasus suap pengusaha probosutejo senilai 16 milyard kepada mejelis hakim agung dalam  kasus penyelewengan dana hutan tanaman reboisasi. Anehnya, penyuapan  ini dibocorkan justru oleh probo sendiri. Korupsi dan penyuapan juga  kita dengar sebelumnya terhadap Komisi Pemilihan Umum yang menyeret  Mulyana W. Kusuma dan kawan-kawan. Belum lagi penyelewengan terhadap Dana  Abadi Ummat Departemen Agama yang dilakukan oleh mantan menteri agama  sendiri.  Atau dugaan korupsi dijajaran kepolisian Negara setelah terdeteksi adanya rekening tidak wajar para  petinggi polri, juga dugaan korupsi sebesar 89,9 milyard PT.POS  indinesia yang kian kabur dan tidak tuntas, kemudian juga dugaan korupsi  sebesar 297,61 milliard rupiah PT. Pelayaran Nasional Indonesia. 
Andapun mungkin mendengar adanya pemberian uang oleh PT. Freeport yang  jumlahnya sampai ratusan ribu dollar kepada satuan  pengamanan di papua. Ada juga sinyalemen kasus suap dalam proses  pembuatan undang-undang yang terungkap dalam majelis konstitusi, dan  hampir semua Rancangan undang undang sarat dengan KKN (mungkin pembaca  masih ingat ketika rancangan undang undang yang terlantar pembahasannya  beberapa tahun yang lalu tentang RUU penyandang  cacat  yang tidak ada nilai uangnya) . Atau sering juga kita dengar korupsi  yang dilakukan kepala-kepala daerah dari sabang sampai merauke. Dan kalau kita mau jujur dan bersaksi akan terkumpul ratusan atau bahkan ribuan (pengusaha) yang akan bersaksi  terhadap penyelewengan disektor perpajakan. Kasus Century yang tak  kunjung selesai, Suap Jaksa Urip ,Wisma Atlet, dan lain-lain mungkin bila  kita ungkapkan satu persatu akan membuat merinding bulu kuduk kita.
Hal penting yang harus diingat, selama lebih dari  395 tahun Indonesia adalah Negara terjajah. Selama itu pula Negara ini  menjadi sapi perahan dan menjadi mental proletar, mental nyuwun!!  Nyuwun pangan, nyuwun welas asih, sementara pihak colonial menempatkan  pribumi dikelas yang terendah padahal telah habis diperas segala aspek  kehidupannya. Hal inilah yang sampai sekarang di-balas-kan kepada pihak  non pribumi, baik sadar maupun tidak (padahal kontribusi mereka  jelas-jelas untuk pembangunan di negeri ini). Orang-orang pemerintahan mendikte  mereka untuk mengikuti kemauan dan permintaan (pribadi) yang  mengatas namakan institusi (pemerintahan). Lalu apakah mereka mau  terima begitu saja? tentu tidak , mereka akan berhitung harga pokok  bisnis mereka. Hal inilah yang lambat laun tidak disadari oleh  pribadi-pribadi atau oknum tadi. Sehingga terjadilah kasus kasus  pelarian uang Negara, seperti kasus Eddy Tanzil (1,3 trilyun),  pembobolan  uang  pada BNI, Anggoro  dan lain-lain. Siapa yang dirugikan? Yang dirugikan adalah anak cucu Negeri ini.
Pendapatan perkapita rakyat Indonesia sangat sangat tidak merata dan lebih dominant adalah kaum  miskin atau dibawah garis kemiskinan. Meskipun kita sudah mengenyam  kemerdekaan selama lebih dari enam puluh tahun, mengapa kemiskinan masih  dominant di Negara ini? Betapa seringnya kita mendengar khabar seorang  pelajar bunuh diri hanya karena malu belum membayar uang sekolah. Atau  seorang yang dihakimi massa karena kedapatan mencuri sepeda motor demi  untuk membiayai keluarganya. Juga karena uang seribu rupiah terjadi  pembantaian.
Mereka yang sudah berpenghasilan lebih, barangkali  tidak ambil pusing terhadap masalah-masalah seperti diatas. Mereka  mungkin terbelenggu oleh ajaran bahwa semakin maju perekonomian dan  peradaban semakin jarang pula orang harus berinteraksi  sosial, yang penting tidak menyusahkan orang lain, masa bodoh dengan  yang lainnya. Padahal tidak sedikit orang-orang yang berlimpah  kekayaannya, kadang kekayaan itu didapat dari hasil KKN. Ironis memang,  Si maling yang berlimpah harta mengendarai mobil mewah melintasi jalan  ketika melihat si miskin sedang mengais ngais atau menyapu jalan.  Padahal, belum tentu simiskin tersebut lebih hina dari si kaya dimata  Tuhan.. Lalu apakah benar harta yang dikorup oleh oknum oknum tadi ,  tidak ada hubungannya dengan si miskin atau tidak membawa dampak kepada  si miskin? Hal inilah yang umumnya tidak disadari oleh kebanyakan orang  di Indonesia ini.
Golongan lain yang harus kita acungi jempol adalah pengusaha produktif yang pertumbuhan  asset dan modalnya bukan dari “harta curian”. Produktifitas tidak akan  kita dapati pada para koruptor, tetapi pada para pengusaha semacam ini.  Makanya , siapa bilang kalau seseorang mengkorupsi uang Negara tidak  mengganggu kehidupan orang lain terutama kaum miskin. Uang yang didapat  secara Cuma-Cuma tersebut tanpa dibarengi dengan hasil produksi (barang  & jasa). Akibatnya uang yang di “tilep” terlalu banyak (uang  beredar), tanpa dibarengi dengan adanya produksi barang & jasa.  Karuan saja harga barang akan membumbung tinggi. Apalagi bila import  pengadaan barang kita terhambat, Letter of Credit ditolak dan lain  sebagainya (seperti kita alami pada awal  krisis 1998).  Yang susah siapa? tentu saja orang-orang miskin yang tidak tahu apa apa  dan harus menanggung beban kenaikan harga tadi (inflasi). Jadi hati  hatilah dengan barang/uang cuma-cuma, pasti ada pihak yang harus  menanggung derita. Pantas saja seorang yang sangat sufi pernah menolak  pemberian sambil berkata, “ Jangan kau hendak memberikan perkebunan kurma  itu padaku, hanya karena aku ingin mencicipi buahnya, karena itu bukan  hasil keringat/jerih payahku”.
II. Dampak korupsi jelas pada rakyat kecil
Seperti sudah dijelaskan diatas, pada awal krisis  1998 menjadi puncak ketidak percayaan dunia luar kepada Indonesia pada  jaman orde baru adalah pada saat lengsernya regim suharto. Barang barang  sulit dicari keberadaannya, harga barang kebutuhan  cenderung  membumbung tinggi, kepanikan dimana-mana, terjadi penimbunan barang  barang kebutuhan, nilai rupiah merosot dan dollar menembus angka tujuh  ribu bahkan sampai lima beras rupiah per dollarnya , investor asing  menjadi enggan untuk menanamkan modal di Indonesia, pemutusan hubungan kerja serta pengangguran  disegala sector, terjadi “rush” terhadap dana perbankan, pemburuan mata  uang asing (dollar) yang membuat semakin kacau perekonomian dalam  negeri, banyak anak putus sekolah, produktifisa  melorot, dosa siapa ini? 
Bahkan sampai sekarang dampak krisis masih  kita rasakan apalagi sejak subsidi bbm dihapuskan yang selisih harganya  harus ditanggung oleh seluruh rakyat . Rakyat  mulai  pintar, menuntut untuk menangkap para koruptor dan memaksa mengembalikan  uang Negara yang “ditilep” sebagai ganti subsidi bbm yang harus  ditanggung.
Kecemburuan social juga semakin melebar, karena  mereka yang terhimpit beban ekonomi sebenarnya juga telah bekerja keras  memeras keringat tetapi hasil yang didapat tidak menutup biaya hidup.  Ironisnya, sang koruptor dengan hanya dengan tipu muslihat dapat hidup  berleha leha bahkan menghambur hamburkan uang dengan bermain judi,  berpesta narkoba dan alcohol, main perempuan,dan sebagainya. Sehingga  tidak heran apabila rakyat mulai merasakan ketidak adilan, terjadi  perampokan di sana sini, tindak penodongan, pengeroyokan terhadap  aparat, dan lain sebagainya. Sedangkan pelaksana ditingkat bawah seperti  aparat polisi hanyalah sebagai institusi penegak hukum dan bertugas  berdasarkan undang undang dan peraturan yang ada. Mereka menjadi korban  system pemerintahan yang belum bisa membumi hanguskan masalah korupsi,   memang miris  rasanya. Masih hangat dalam pikiran kita ketika hal ini terjadi pada  kerusuhan dan tindak penjarahan mei 1998. Semoga hal ini tidak dan  tidak akan terulang lagi terjadi dinegeri tercinta ini.
Sungguh berat tugas para pemimpin dinegeri ini,  belum lagi masalah korupsi selesai, disana sini gangguan keamanan dan  issu separatisme muncul. Seperti kita lihat di Maluku, Poso, Aceh, Papua  dan sebagainya. Lalu aksi terorisme yang dilakukan oleh sekelompok  orang yang disusupi oleh “pihak luar”, membuat kita harus waspada.  Ditengah mengurusi masalah masalah yang tidak kunjung selesai ini,  adalah menjadi kesempatan emas bagi pihak luar untuk memanfaatkan  kesempatan dan mengeruk keuntungan. Kepulauan seribu dan negeri pesisir  adalah menjadi target mereka karena disitulah ladang strategis bagi  jalur ekonomi dan perdagangan didunia. Seperti kita ketahui, selat  malaka adalah jalur perdagangan yang paling sibuk didunia. Ladang ladang  minyak bertebaran dimana mana yang membutuhkan sentuhan tangan anak  bangsa bukan untuk diserahkan kepada pihak asing pengelolaannya . Pulau  Sipadan dan Likitan adalah contoh yang paling popular. Belakangan  diketahui , Perusahaan raksasa Shell yang ingin mendapatkan ijin  pengeboran minyak didaerah itu ternyata pernah ditolak oleh pemerintah  RI. Karuan saja persoalan ini kemudian kandas di sidang umum  Perserikatan Bangsa Bangsa untuk kemenangan pihak Malaysia. Bagaimana  hal ini bisa terjadi?
Kalau kita mau jujur, sejujur-jujurnya bahwa segala  kebobrokan di negeri ini adalah karena prioritas “Uang Tidak Halal”  tadi. Kehancuran system transportasi dengan segala minimnya infra  struktur, karena anggarannya tidak ada karena sudah habis dikorup  seperti masalah uji kelayakan yang bisa ditembus oleh uang, transportasi  tanpa tiket dengan membayar diatas kendaraan, Ijin mengemudi tanpa test  bisa lolos, dan lain sebagainya.
Belum lagi system penerimaan calon calon pemimpin  di negeri ini yang sarat dengan adanya “Uang Tidak Halal” ini. Seperti  yang sudah kita ketahui bersama misalnya Kasus Praja IPDN ( Institut  Pemerintahan Dalam Negeri ) yang ternyata ujung-ujung nya Duit. Seperti  juga sistim penerimaan diberbagai Sekolah Militer, konon juga menjadi  pegawai pemerintahan.
Berbagai permasalahan di tanah air yang tidak  selesai-selesai seperti Masalah Narkoba, Premanisme , Kaburnya  Narapidana, Illegal Logging , Prostitusi, Perjudian, Semua karena  Permainan Uang. 
III. Dampak Makro
Apa yang menyebabkan Negara kesatuan Republik  Indonesia ini mengidap “kanker korupsi” yang sulit untuk disembuhkan?  Apakah karena orang-orang di Indonesia ini lebih serakah dibandingkan  dengan bangsa bangsa di negeri lain? Apakah undang-undang Indonesia  yang tidak tegas? Apakah aparat hukum di Indonesia mudah diperbudak  oleh uang? Apakah karena system demokrasi “pancasila”  kita yang kurang sakti dibandingkan dengan demokrasi negara-negara lain?  Apakah karena tidak ada orang panutan di negeri ini?
Mungkin sudah saatnya barangkali, mahkamah  konstitusi memainkan peran besar untuk secara gentleman menentukan  tempat berpijak yang sebenarnya dan dapat membimbing negeri ini untuk  tetap eksist dan Insya Allah menjadi Negara Besar dengan penduduk nomor  tiga terpadat di dunia ini. Yang kedua, tanggung jawab ini terletak di  pundak para pembuat undang undang baik di badan legilafif maupun para  eksekutif. Karena akar permasalahan dari semua ini terletak pada  “Penegakan Hukum “, bukan sekedar peraturannya atau undang undangnya  saja yang dibuat tetapi juga harus ditegakkan. Misalnya, mengapa seorang  yang sudah tertib perilakunya ketika bepergian keluar negeri, ketika  sampai di Indonesia menjadi “amburadul” kembali perilakunya? Ini  bukan karena orangnya, tetapi akibat sanksi tegas dalam  perundang-undangan yang diterapkan oleh suatu negara tertentu, membuat  orang menjadi disiplin dan berperilaku menurut undang undang. Bukan  seperti di negeri ini, terlalu banyak toleransi yang tercipta atau  bahkan systemnya sendiri yang mengakomodir. Saat presiden suharto  berkuasa misalnya, banyak sekali peraturan / kepres yang mengakomodir  kepentingan sekelompok orang dan koleganya sendiri. Seperti  dikemukakan oleh Kwik Kian Gie, bahwa persoalan pada saat ini tidak  akan selesai dengan “resuffel cabinet” seperti yang dilakukan oleh  presiden sby baru-baru ini, tetapi lebih dari sekedar itu yaitu pada  “system”. Karena “system” yang tidak tegas ( kebijaksanaan dalam  permusyawaratan ) hanya kan membuat orang yang “ideal” menjadi “putus  asa”. “System” yang tidak tegas hanya akan membawa sekelompok orang akan  memilih jalan sendiri-sendiri menuju cita-cita yang diinginkannya (separatisasi).
Kalau kita lihat di Negara china (socialist country), perkara korupsi bisa menjadi perkara hidup mati  seseorang , begitu juga di korea selatan, singapura dan Amerika Serikat (Liberal country).
Seperti telah diuraikan diatas tadi, bahwa  Bagaimana mungkin nilai rupiah kita bisa bersaing melawan uang asing  seperti Dollar Amerika dan sebagainya kalau produktifitas kita yang bisa  kita andalkan bukan barang dan jasa tetapi melulu konsumsi uang tidak  halal. Bagaimana mungkin Neraca perdagangan kita bisa surplus, sementara  perputaran roda perekonomian kita tidak sehat?
IV. Himbauan
Bagi rakyat biasa, teruskanlah perjuangan kalian  untuk berjuang mencari sesuap dua suap nasi dengan cara yang halal,  karena itu mulia di Mata Tuhan. Tentu saja sambil belajar dan berusaha.
Bagi para pengusaha, andalah sebenarnya patriot  ekonomi di negeri ini. Anda membantu mengangkat harkat martabat Negara  melalui bidang ekonomi, membantu mendongkrak nilai rupiah, mengurangi  pengangguran dan membantu mengentaskan kemiskinan.
Untuk para koruptor ditingkat atas dan  kecil-kecilan , sebaiknya anda bertobat . Ingatlah apa yang terjadi  belakangan di negeri ini, bencana silih berganti, sampai-sampai kita  dipaksa untuk menyadari adanya “ Something Wrong” di negeri ini.
Untuk para wakil rakyat, bahwa sebenarnya harapan  rakyat ada di pundak anda. Bahwa selama ini kita melulu mengkambing  hitamkan para eksekutif di negeri ini atas segala kendali perjalanan  Negara dan pemerintahan. Sampai-sampai para anggota cabinet stress  memikirkan beban dipundak mereka akan tanggung jawab dan tugas mereka  sementara para anggota dewan nyaris tidak ada beban dan melulu  berfoya-foya dengan dengan segala fasilitas ( mesin cuci sampai ke lap  top, biaya studi banding sampai kenaikan tunjangan,perbaikan rumah ,dll  )dan pembangunan gedung baru yang mudah2an tidak berbau “fee”?
Sutadi Sastro
Sumber: www.kompasiana.com
