Barangkali semua kita yang dari agama Islam telah tahu bahwa di  dalam Qur’an tercantum bahwa tidak ada paksaan dalam beragama. Qur’an  menyebutkan La ikra ha fiddin (tidak ada paksaan dalam  beragama). Namun, tidak sedikit juga masih ada kelompok-kelompok Islam  tertentu yang sering memaksakan kehendaknya agar seseorang masuk agama  Islam, baik melalui teror, penawanan dan sebagainya.  Mereka ini sering disebut sebagai kelompok jihad, bagi yang kurang  paham tentang jihad dan fiqhnya. Mereka ini pula sering disebut sebagai  kelompok teroris, bagi orang yang melihat perbuatan mereka sebagai  tindakan teror.
Memang betul bahwa dalam memeluk agama tidak hanya perlu  ucapan lisan, namun yang lebih penting adalah keridhoan memeluk agama  tersebut. Iman itu dikatakan dengan lisan, dibenarkan dengan hati dan  dibuktikan dengan amal perbuatan. Seseorang yang dipaksa untuk memeluk  agama, misalnya di bawah pengaruh ancaman, walaupun seseorang itu  mengucapkan dengan lisannya (dengan terpaksa) bahwa ia memeluk agama “A”  namun hatinya menolak maka percuma saja. Percuma saja lisan berkata  saya masuk agama “A” namun hatinya masih beragama “B”. Wajarlah bila  Allah SWT berfirman:
Tidak ada paksaan untuk  agama ; sesungguhnya telah jelas jalan  yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar  kepada Thaghut  dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah  berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan  Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (Qur’an Surat Al-Baqarah ayat  256)
Dalam penafsiran ayat di atas terdapat berbagai macam pandangan dari  pada ulama. Ada yang menyatakan bahwa ayat tersebut sudah dinaskh dengan  ayat perang (ayat al-qital). Namun pendapat lain menyatakan bahwa sebab  turun ayat tersebut sebagai berikut:
1. Diriwayatkan dari Abu Dawud, An-Nasa’i, Ibnu Hibban, Ibnu Jarir dari  Ibnu Abbad. Alkisah, ada seseorang perempuan tidak punya anak. Ia  berjanji pada dirinya bahwa sekirannya ia mempunyai anak, maka anaknya  akan dijadikan seorang Yahudi. Ia tak akan membiarkan anaknya memeluk  agama selain Yahudi. Dengan latar itu, ayat ini turun sebagai bentuk  penolakan terhadap adanya pemaksaan dalam agama. (1)
2. Ayat itu turun terkait peristiwa seorang laki-laki Anshar, Abu  Hushain. Dikisahkan, Abu Hushain adalah seorang Muslim yang memiliki dua  anak Kristen. Ia mengadu kepada Nabi, apakah dirinya boleh memaksa dua  anaknya masuk Islam, sementara anaknya cenderung kepada Kristen. Ia  mengadukan kepada Nabi, apakah dirinya akan membiarkan mereka masuk  neraka. Dengan kejadian tersebut, turun firman Allah tadi yang melarang  pemaksaan dalam urusan agama. (2)
Setelah mengetahui sebab turunnya ayat diatas, memang benar bahwa  untuk memeluk agama itu perlu kesadaran dari dalam, bukan paksaan dari  luar. Tidak ada agama dengan paksaan sebagaimana tidak ada cinta dengan  paksaan. Namun, memeluk agama tanpa paksaan bukan berarti kita tidak  diajarkan untuk menyeru kepada Al-Islam. Menyeru orang lain untuk  kebaikan atau kepada agama Islam (berdakwah) sangat dianjurkan oleh  Allah. Allah berfirman:
Dan ini  adalah kitab yang telah Kami turunkan yang diberkahi;  membenarkan kitab-kitab yang  sebelumnya  dan agar kamu memberi  peringatan kepada  Ummul Qura  dan orang-orang yang di luar  lingkungannya. Orang-orang yang beriman kepada adanya kehidupan akhirat  tentu beriman kepadanya  dan mereka selalu memelihara sembahyangnya.  (Qur’an Surat Al-An’am ayat 92)
Dan berilah peringatan dengan apa yang diwahyukan itu kepada  orang-orang yang takut akan dihimpunkan kepada Tuhannya , sedang bagi  mereka tidak ada seorang pelindung dan pemberi syafa’atpun selain  daripada Allah, agar mereka bertakwa. (Qur’an Surat An-’am ayat 51)
Dan tetaplah memberi peringatan, karena sesungguhnya peringatan  itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman. (Qur’an Surat Az-Zariyat  ayat 55)
Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru  Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan  janganlah kedua matamu berpaling dari mereka  mengharapkan perhiasan  dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami  lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah  keadaannya itu melewati batas. (Qur’an Surat Kahfi Ayat 28)
Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru  kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang  munkar ; merekalah orang-orang yang beruntung. (Qur’an Surat Ali Imran  ayat 104)
Namun dalam memberi peringatan atau mendakwahkan agama Islam itu,  Allah SWT juga kembali lagi memperingatkan bahwa tugas kita hanyalah  memberi peringatan (berdakwah) tanpa pemaksaan . Allah SWT berfirman:
Maka berilah peringatan, karena sesungguhnya kamu hanyalah orang  yang memberi peringatan. Kamu bukanlah orang yang berkuasa atas mereka.  (Qur’an Surat Al-Ghaasyiyah ayat 21-22)
Kami lebih mengetahui tentang apa yang mereka katakan, dan kamu  sekali-kali  bukanlah  seorang pemaksa terhadap mereka. Maka beri  peringatanlah dengan Al Quran orang yang takut dengan ancaman-Ku.(Qur’an Suran Qaaf ayat 45)
Tidak dibolehkannya melakukan pemaksaan dalam agama ini bisa  dimaklumi karena Allah memposisikan manusia sebagai makhluk berakal.  Dengan akalnya, manusia bisa memilih agama mana yang terbaik buat  dirinya. Tentang kebebasan ini, Allah berfirman :
Dan katakanlah: “Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka  barangsiapa yang ingin  (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa  yang ingin (kafir) biarlah ia kafir”. Sesungguhnya Kami telah sediakan  bagi orang orang zalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. Dan  jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air  seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang  paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek. (Qur’an Surat  Al-Kahfi ayat 29)
Ayat diatas menunjukkan bahwa mau beriman atau kafir itu keputusannya  di tangan manusia. Manusia itu makhluk berakal, ia bisa menggunakan  akalnya untuk meneliti agama manakah yang benar dan baik karena  sesugguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Tidak  ada paksaan untuk  agama ; sesungguhnya telah jelas jalan yang benar  daripada jalan yang sesat… (Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 256). Bila  telah tahu mana agama yang benar dan baik, tapi masih juga tidak mau  beriman maka tanggung sendiri akibatnya yaitu (kembali lagi lihat surat  Al-Kahfi ayat 29):
 “…Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang orang zalim itu  neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. Dan jika mereka meminta minum,  niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih  yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat  istirahat yang paling jelek” (Qur’an Surat Al-Kahfi ayat 29)
Toleransi dan tidak memaksakan agama sendiri inipun telah dicontohkan  Nabi Muhammad SAW. Pada saat di Madinah, Nabi menyusun Piagam Maidah  bersama umat agama lain untuk menjamin kebebasan beragama. Dalam Pasal  25, Piagam Madinah disebutkan, “Bahwa orang-orang Yahudi Bani Auf adalah  satu umat dengan kaum Muslimin. Orang-orang Yahudi bebas berpegang  kepada agama mereka dan orang-orang Muslim bebas berpegang kepada agama  mereka, termasuk pengikut mereka dan diri mereka sendiri. Bila diantara  mereka ada yang melakukan anaiaya dan durhaka, maka akibatnya akan  ditanggung oleh dirinya dan keluarganya”.  Pasal 37 menjelaskan,  orang-orang Muslim dan Yahudi perlu bekerja sama dan saling menolong  dalam menghadapi pihak musuh (3). Sebuah hadis menyebutkan, barangsipa  membunuh orang non-Muslim yang sudah berkomitmen tentang kedamaian  (mu’ahad) maka ia tidak akan pernah mencium bau harum surga(4).
Beginilah lebih kurang pemahaman tidak ada paksaan dalam beragama.
Sumber:
1. Muhammad Rasyid Ridha, Tafsir al-Qur’an al-Hakim, Juz III, hlm.30-31.  Lihat juga Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur’an al-’Azhim, Juz I, hlm.354.
2. Muhammad Nawawi al-Jawi, Marah Labidz, Jilid I, hlm 74: Hasan  al-Shaffat, al-Ta’addudiyat wa al-Hurriyat fi al-Islam, hlm.31: Ibn  Katsir, tafsir al-Qur’an al-’Azhim, Juz I, hlm.354
3. Ibnu Ishaq, al-Sirat Al-Nabawiyat, Juz II, hlm.368
4. Hadis Shahih Bukhari
Sumber: www.abrahamik.wordpress.com
